Blessed Cursed : Rasya & Vale.

This is so wrong. Mau dilihat dari sisi manapun, Rasya setuju kalau tidak ada pembenaran yang pantas untuk ini semua. They couldn’t turn back time. This is the bare minimum of what they should be doing. At this rate, the probability of them losing everything they have is fair enough for every damage they made.


Thursday : January 20, 2022. ⠀⠀⠀⠀

“Serius banget, Sya.”

Suara Vale tiba-tiba mengejutkan Rasya yang baru saja selesai bertukar pesan dengan Deenan.

Rasya pun buru-buru menyimpan ponselnya seraya memperhatikan Vale yang saat ini sedang berjalan menuju ke arahnya dari pintu masuk apartemennya dengan menjinjing dua plastik makanan di tangan.

Chat sama siapa, sih?” Tanya Vale sambil meletakkan plastik makanan tersebut ke atas meja yang berada tepat di depan sofa yang sedang diduduki oleh Rasya, “Sampai nggak denger gitu dipanggilin berkali-kali sama bapak yang anter makanan.”

Rasya mendengus kecil sambil menggeleng pelan, “Lo kok cepet banget udah sampe?” Alih-alih menjawab, ia memilih untuk mengalihkan pembicaraan.

Vale menggeleng-gelengkan kepalanya sambil beranjak menuju dapur untuk mencuci tangan, “Gue udah sampe macet-macetan di jalan, Sya, masih lo bilang cepet . . Udah nyaris satu jam dari gue bilang on the way kemari, kali . .” Jawabnya menyahuti sang sahabat.

Rasya memilih untuk berlagak pilon saja atas jawaban Vale.

Your baby daddy, tadi jadi beneran kesini?” Tanya Vale lagi, berbasa-basi setelah mengambil dua botol air mineral dari dalam kulkas dan kembali berjalan menuju sofa lagi, padahal tadi juga Rasya sudah menyinggung ini secara tidak langsung saat sedang chatting dengannya.

Rasya mengangguk sambil membuka satu-persatu menu makan yang dibelikan oleh sang kakak untuknya itu.

“Balik jam berapa dia?” Vale penasaran.

Hmm,” Rasya melirik jam yang berada di ruang tengah apartemennya tersebut, “Sekitar dua jam lalu, I guess?”

“Anjrit . . Udah dari dua jam yang lalu padahal, tapi feromonnya masih nyekek banget begini . . .” Komentar Vale, “Ini lo gak mau semprot apa kek gitu, Sya? Biar nggak pekat banget begini?”

Mendengar itu, Rasya jadi sedikit panik, “Lo bisa nyium feromonnya?” Tanyanya, berusaha untuk tetap terdengar santai.

“Ya . . menurut lo?” Vale malah balik bertanya, “His scent is literally all over the room, you silly.”

Lalu Vale mencondongkan tubuhnya ke arah Rasya dan mengendus aroma feromon yang menguar dari tubuh sahabat baiknya itu, “Tuh. Di badan lo aja pekat banget baunya sekarang. Sampe gue bisa bedain mana bau lo sama bau dia. Padahal tadi pagi, pure bau lo yang baru aja, walaupun juga ada bau feromon dia tipis-tipis, sih.”

“Lo nggak makin mual apa nyium bau segini intensenya, Sya?” Lagi, Vale bertanya.

Rasya menggeleng pelan sebelum mengambil sepotong dimsum dan menyantapnya.

Vale mematahkan sumpit miliknya sambil menatap Rasya dengan perasaan iba, “Malah jadi comfort buat elo, ya . .” Ujarnya paham.

Rasya tak menyahuti Vale lagi dan mencoba untuk mengisi perutnya yang kosong saja walaupun saat ini baru mengunyah makannya saja ia sudah kembali mual lagi.

“Sya,” Panggil Vale setelah beberapa saat mereka hanya terjebak dalam keheningan.

Rasya yang sedang memilih kira-kira mana makanan di hadapannya yang tidak akan membuat rasa mualnya semakin menjadi pun hanya mengangkat wajahnya untuk merespon panggilan Vale.

“Sebelum kita ngobrol, sebentar deh. Gue bingung. Ini gue kan nggak tau siapa orangnya, ya. Setiap gue mau bawa dia masuk ke conversation, kita sebut apa kek gitu biar enak ngomongnya.” Usul Vale sebelum memulai pembicaraan inti mereka.

Daydream,” Sahut Rasya sekenanya.

Vale menaikkan sebelah alisnya dengan tanda tanya besar di raut, “Why?”

Mendengar itu, tatapan Rasya terkunci dengan milik Vale untuk beberapa saat. Lalu ia menjawabnya dengan tegas, “Because our situation right now is something I would like to achieve sometimes in the future but not likely.”

Vale terdiam mendengar jawaban sahabatnya.

Okay,” Sepakat Vale setelahnya, “Daydream, he is.”

So, he’s already got a lover?” Mulai Vale dengan topik pembicaraan yang memang sudah mereka sepakati tadi.

Rasya mengangguk dengan enteng, “If I’m not mistaken, he’s already courting his omega boyfriend.”

Makanan yang baru saja ditelan oleh Vale, rasnya langsung tersangkut di tenggorokannya.

Damn . . That’s—” Vale sampai sulit untuk memberikan penggambaran atas situasi yang dihadapi Rasya ini, “Another level of complicated.”

Rasya tertawa pelan mendengar respon Vale.

“Lo kalau mau nangis, nangis aja, Sya. Jangan lo balik, yang harusnya lo tangisin malah lo ketawain begini.” Tegur Vale tidak suka. Karena ia paham betul bagaimana sahabatnya itu yang sering kali menelan emosinya sendiri dan berlagak baik-baik saja ketika semuanya sedang tidak baik-baik saja.

“Ya, masalahnya gue pengen ketawa, Vale. Bukan pengen nangis.” Sahut Rasya.

Mendengar jawaban itu, Vale mencebik tanpa menimpali lagi karena ia tahu betul kalau Rasya sedang berbohong dan menyembunyikan perasaannya yang sesungguhnya.

Tiba-tiba, Vale teringat akan sesuatu dan rautnya berubah sedikit panik, “Does your mind still connected with your daddy?”

Mendengar daddynya disebut ke dalam pembicaraan, Rasya langsung berhenti mengunyah dan raut wajahnya berubah sedih.

Walaupun kalau orang lain yang melihat akan berkata ekspresi wajah Rasya terlihat sama saja, tapi tidak dengan Vale.

Vale bisa melihat wajah itu meredup ketika ia menyebut sosok yang paling Rasya hormati dalam hidupnya itu.

Rasya meletakkan sumpitnya dan menggeleng pelan, “It has stopped since two days ago. I cut them off.”

Yes, their kind are all gifted with the ability of telepathy that only works within their main family. Which is for Rasya, it works only between him, his daddy, his papi and his brother.

The Alpha of the family, Rasya’s daddy, can access the thoughts of his entire family members and is able to speak with his Omega and children telepathically and hear their thoughts.

Unlike his papi whose mind is linked with his daddy and thoughts are always open even when his papi tries to hide them because they are bonded and leave no privacy between two of them, Rasya still can choose and decide what thoughts he wants to share with his parents.

And so does Rafa.

Vale menatap Rasya dengan khawatir, “But your daddy will realize it sooner or later, right?”

I’ve always been doing this every time my heat is coming.” Jawabnya.

Your heat only last for a week, Rasya.” Vale mulai khawatir dengan sikap Rasya yang seperti ini.

Tanpa Vale memperjelas kalimatnya pun Rasya sudah paham maksudnya.

“Ya, semoga aja daddy sibuk sama operasi pasien-pasiennya bulan ini biar kedistrak dan nggak sadar kalau pikiran anaknya nggak kedengeran sama dia.” Timpal Rasya sekenanya.

Vale menghela nafasnya dengan berat begitu mendengar jawaban yang dilontarkan oleh sang sahabat.

Rasya paham kalau maksud dari ucapan Vale adalah tindakannya ini cepat atau lambat akan disadari oleh orangtuanya. Yang mana akan meningkatkan resiko ia ketahuan lebih cepat.

Lalu, apa rencana Rasya untuk itu?

Ya, jawabannya tidak ada.

Memang apa yang bisa Rasya lakukan selain mengulur waktu selama mungkin?

Selain karena Deenan sudah terang-terangan meminta waktu padanya untuk mencoba membereskan lilitan benang merah yang mengikat mereka, Rasya juga belum siap harus menyakiti hati kedua orangtuanya dengan kenyataan ini.

Biar saja mereka kucing-kucingan seperti ini.

Ia akan berusaha melindungi mereka bertiga dengan caranya sendiri.

Jika hanya dengan cara inilah ia dan Deenan bisa bertanggung jawab dengan apa yang sudah sisi binatang dari diri mereka perbuat, then so be it.

Do you like him?” Vale memecah keheningan kembali sambil menatap Rasya dengan penuh arti.

Do I like him?” Ulang Rasya sambil menoleh ke arah sahabatnya itu.

No.” Kata Rasya dengan tegas.

But you do aware that there’s a chance, you would get attached to him as time goes by and vice versa, right?” Vale menaikkan sebelah alisnya ke arah Rasya.

Rasya terdiam setelah mendengar kalimat yang dilontarkan oleh Vale.

Benar.

Di kemudian hari nanti, memungkinkan akan tumbuh rasa yang tidak seharusnya Rasya punya untuk seorang Alpha yang telah memilih seorang Omega sebagai calon pendamping hidupnya.

Dan jika dilihat dari bagaimana Deenan memperlakukannya sekarang, maka besar kemungkinannya Rasya akan terjerembab pada kubangan rasa atas sikap dan perhatian yang diberikan oleh Deenan padanya.

Melihat Rasya yang bungkam, Vale pun akhirnya memilih bangun dari posisinya untuk duduk di samping Rasya.

I swear in the name of Moon Goddess, I will respect and support whatever decision you made.” Kata Vale.

“Tapi, coba deh, Sya . . Pikirin lagi semuanya, ya?” Vale mulai mewanti-wanti.

Rasya memilih untuk tetap diam dan membiarkan sahabat baiknya itu memaparkan pendapatnya.

This whole thing is a no-win scenario for you, Rasya. I mean—” Vale berdecak pelan karena merasa kesulitan menyampaikan kekhawatirannya.

Pasalnya, begini.

Rasya adalah tipe orang yang sudah menata hidupnya dalam jangka waktu yang panjang.

Termasuk sampai ke spesialis apa yang ia mau ambil di kemudian hari pun, pilihan Rasya sudah bulat dari jauh-jauh hari.

Masa depan sahabatnya ini sangat amat gemilang.

Selain memang karena ia cerdas, Vale bisa mengatakan kalau Rasya ini berbakat menjadi seorang dokter.

Daddynya Rasya adalah seorang dokter spesialis bedah toraks kardiovaskuler sementara Papinya adalah seorang dokter spesialis anak.

Dan keluarga besarnya juga sebagian besar adalah dokter.

It’s like the genes are already in his blood, right?

Nah, masalahnya, kalau Rasya tetap memilih untuk mempertahankan anak ini, otomatis seluruh masa depannya yang sudah dirancang dengan sedemikian rupa sempurnanya akan kacau balau.

Vale hanya tidak ingin Rasya menyesal di kemudian hari karena ia tahu sebesar apa cita-cita Rasya untuk meraih gelarnya sebagai seorang dokter.

“Gini, deh ya . . Sekarang, kita bayangin, nih. Setelah ini anak lahir, lo mau apa? Lo mau gimana sama si daydream? Kelanjutannya kayak apa kira-kira? Udah ada bayangan, belum?” Cecar Vale pelan namun bertubi-tubi.

Rasya menggeleng.

Vale menghela nafasnya, sudah menduga kalau itu adalah jawaban yang akan ia dapat.

Dengan emosi yang sudah ia atur sedemikian rupa agar tidak membuat Rasya merasa terpojok, Vale akhirnya kembali melontarkan kalimatnya satu-persatu dengan intonasi suara santai yang ia harap bisa diterima oleh Rasya.

“Sekarang aja, selain status lo sebagai mahasiswa paling pinter seantero fakultas kedokteran, lo itu juga asisten dosen, Sya. You already have had so much in your plate. Lo kurang tidur, tugas lo banyak, makan juga kadang cuma seinget lo aja. Kasihan ini anak kecil kalau lo pertahanin dia tapi life style lo nggak sehat kayak gitu . . .”

Rasya menyimak baik-baik ucapan Vale.

“Belum lagi tahun depan lo akan graduate, mungkin nggak lama setelah ini anak kecil lahir. Terus, habis itu lo harus masuk masa klinik buat koas. Lo akan berkali-kali lipat lebih sibuk, Sya . . Iya, kan?” Vale ingin Rasya ingat dengan bayangan kesibukan yang akan ia hadapi nanti sekitar sembilan bulan dari sekarang.

“Iya kalau misalnya nanti endingnya lo sama si daydream bisa reach closure yang bagus dimana kalian bisa support satu sama lain tanpa pusing mikirin keluarga kalian lagi.” Vale menjeda kalimatnya sebentar, “Nah, kalau misalnya nggak? Gimana, Sya?”

If you think I’m being skeptical here, yes I am.” Tegas Vale, “Karena posisi lo sama si daydream ini, kejepit sana-sini. You guys are stuck. Mundur mustahil, maju pun sulit.”

You can’t handle everything by yourself. Your dreams, your future, your childyou can’t handle them single-handedly at one go, Rasya. You—”

But the baby is not at fault, Vale.” Rasya memotong kalimat Vale.

Agreed.” Vale menyetujuinya dengan cepat.

“Tapi, Rasya, apa lo udah bener-bener yakin?” Tanyanya dengan sungguh-sungguh.

Because there’s too many things that both of you are about to sacrifice here for this little human being. Nama baik keluarga kalian, terutama keluarga elo. Terus, pendidikan kalian, tunangan dia, hubungan baik keluarga dia sama keluarga tunangannya. And the list still goes on.”

Kemudian, diambilnya telapak tangan Rasya dan menggenggamnya erat, “Please, Sya. Pikirin lagi, ya?”

Rasya tersenyum kecil sambil balas menggenggam tangan Vale, “Whatever it takes, Vale.”

Ditatapnya sang sahabat dalam-dalam, “I will still keep the baby, as I should. The baby will be born, as they deserve. And my decision is final. Okay?”

“Tapi, Sya—”

“Vale . . .” Rasya menghentikan Vale sebelum ia bisa mendebatnya.

Vale pun membungkam mulutnya, mempersilahkan Rasya mengambil gilirannya untuk memaparkan isi pikirannya.

Look, everything is already gone wrong. Sekalipun kalau mau dicari pembenarannya, dari sisi manapun ya jelas nggak ada . .” Kata Rasya.

I won’t be speaking on behalf of him. Tapi, gue sama dia memang udah seharusnya tanggung jawab atas apa yang diperbuat sama sisi binatang dari diri kita berdua.” Rasya mencoba untuk memberikan pengertian pada Vale, “Kalaupun ada yang harus dikorbanin dalam pertanggungjawaban ini, ya itu udah jadi resiko gue sama dia, Vale . . .”

Mendengar itu, Vale tidak bisa mendebat Rasya lebih jauh lagi. Tapi, tetap saja, kekhawatirannya tidak bisa ia pungkiri.

“Lo yakin lo kuat jalaninnya?” Lagi, untuk terakhir kalinya Vale bertanya.

“Masalahnya ini Alpha, udah hampir jadi hak milik Omega lain, Sya . .” Lanjut Vale, “Gue nggak mau, ya, nanti sahabat gue dituduh yang nggak-nggak sama orang-orang kalau misalnya someday you decide to talk about this and the public will know.”

Vale was-was bukan main akan kemungkinan yang satu ini.

“Walaupun gue belum tau gimana kronologis yang sebenernya, tapi gue yakin banget anjrit. Whatever you had with him is just something that you and him couldn’t take control of. Bukan karena kalian dengan tololnya, ‘eh, selingkuh yuk’.”

I know where I stand, Vale . .” Jawab Rasya, “Pertanggungjawaban dia itu kan cuma ke anaknya, dan hanya akan ke anaknya. Bukan ke gue.”

“Tapi untuk sekarang, karena anaknya masih di perut gue, ya mau nggak mau dia jadi harus ngurusin gue juga . .”

Sebelum Vale bisa menimpali, Rasya sudah lebih dulu melontarkan kalimat selanjutnya, “Kalau dia bisa milih mah, Val, dia juga ogah kali sama gue.”

Vale mendelik bengis ke arah Rasya, “If both of you are under better circumstance, I would say, tolol aja dia nggak mau sama lo.”

Rasya tergelak mendengar ucapan Vale.

Vale lalu menghambur untuk memeluk Rasya erat-erat.

“Yaudah, kalau memang keputusan lo udah bulat kayak gitu, gue nggak akan ganggu-gugat lagi.” Kata Vale.

Rasya membalas pelukan tersebut.

Vale mengusap-usap punggung belakang Rasya sambil melanjutkan ucapannya, “Yang jelas dan yang lo perlu tau adalah, sebagai sahabat lo, gue akan selalu support lo. I got your back, Rasya. Gue tau lo nggak salah. Gue disini sama lo. Gue ada buat lo.”

“Kalau nanti di kemudian hari lo dimacem-macemin sama orang-orang, gue bakal jadi orang pertama yang maju buat damprat mereka semua.” Ujar Vale dengan tegas dan yakin.

Mendengar itu, rasanya hati Rasya hancur berkeping-keping.

Vale melepas pelukan mereka dan menatap Rasya lekat-lekat, “Oke, Sya?”

Mm.” Rasya memaksakan sebuah anggukan pelan dan seulas senyum kecil.

Dan Vale kembali memeluk Rasya erat-erat.

Nggak, Val. Lo nggak seharusnya belain gue. Karena korban yang paling sakit disini itu, bukan gue. Tapi, Keelan. Adiknya Genta. Pacar lo.


190222, cc.