Blessed Cursed : Caught Red-Handed.
The saddest thing about betrayal is that it never comes from your enemies. Funny how sometimes the person you’d take a bullet for, is the one behind the trigger.
Friday : January 21, 2022. ⠀⠀⠀⠀
Setelah terdiam mematung di depan pintu apartemennya sepeninggalan Deenan, Rasya kembali masuk ke dalam apartemennya.
Ia bergegas melangkah ke arah dapurnya dimana Vale sudah menunggu untuk sarapan bersama dengannya.
Ketika Rasya sampai di dapur, terlihat Vale sedang menopang tubuhnya pada counter top dan pandangannya terlihat kosong.
Rasya mencoba menyadarkan Vale dari apa yang ia anggap sebagai lamunan, “Vale. Ayo sarapan.”
Namun, Vale tak menggubris ajakan Rasya.
Rasya belum menyadari kalau ada yang tidak beres disini.
Ia pun berjalan menghampiri Vale, berniat untuk menggandengnya ke meja makan.
Namun, saat Rasya mengalungkan tangannya di lengan Vale, Vale langsung menepisnya kuat-kuat dan kencang.
Rasya sampai melongo mendapatkan perlakuan seperti itu dari Vale.
“Don’t you dare to touch me.” Vale hisses under his breath.
Ia menatap Rasya dengan nyalang. Kedua matanya terlihat memerah dengan air mata yang sudah menggenang di pelupuk, siap membanjiri pipinya kapan saja.
It was at this moment that Rasya knew, he fucked up.
Rasya mencoba untuk menjelaskannya pada Vale, “Val—”
PLAK!
Sebuah tamparan pedas dilayangkan oleh Vale ke pipi Rasya.
“Are you fucking kidding me, Rasya?” Bentak Vale keras.
Rasya menatap Vale dengan rasa bersalahnya tanpa memerdulikan rasa ngilu di pipinya.
“Vale . . .” Ia berusaha menggapai tangan Vale.
Tapi Vale tetap menepisnya dengan kasar.
Mahasiswa teknik sipil itu pun mendengus remeh seolah mengejek Rasya, “Deenan?”
Rasya menundukkan wajahnya dalam-dalam karena malu saat nama itu terlontar dari mulut Vale.
Walaupun sudah melihat bagaimana Rasya terpojok di hadapannya, Vale tidak berhenti sampai disitu.
Ia maju mendekat ke arah Rasya sampai jarak mereka tipis sekali sebelum kembali bertanya, “Lo hamil sama Deenan, Sya?”
Rasya mati kutu pada posisinya.
“DEENAN ITU TUNANGAN CALON ADIK IPAR GUE, RASYA! DIMANA OTAK LO!” Semprot Vale keras-keras tepat di depan wajah Rasya.
Kristal bening yang sedari tadi menggenang di kelopak mata Vale akhirnya jatuh membasahi kedua pipinya.
Rasya beringsut ketakutan dengan kedua mata terpejam saat dibentak seperti itu oleh Vale.
Vale mendorong tubuh Rasya untuk menjauh darinya.
Dilepaskannya apron yang ia kenakan lalu melemparnya secara kasar ke sembarang arah.
“I’m going to tell Genta about this.” Ujar Vale sambil beranjak dari dapur.
Mendengar itu, Rasya langsung mengejar Vale dan menghadang langkahnya dengan bertekuk lutut di hadapan Vale.
“Vale, gue mohon jangan bilang sama Genta, ya . . . ” Pinta Rasya dari lubuk hati terdalamnya.
Awalnya, Vale hendak kembali melangkah tanpa memerdulikan permohonan yang Rasya buat padanya.
Namun, ketika Rasya memeluk kedua kakinya, hati Vale rasanya ikut hancur.
“Gue sama Deenan masih butuh waktu, Val, untuk ngakuin semua dosa kita . . .” Lanjut Rasya sambil terisak.
Nafas Vale mulai tersengal-sengal mendengar kata demi kata yang dilontarkan oleh sang sahabat.
Dengan isak tangisnya yang berusaha ia tahan, Vale bertanya lirih pada Rasya.
“Kenapa harus sama Deenan, Sya . .”
Rasya tidak bisa menjawabnya.
Ia bisa memaklumi sikap Vale yang seperti ini. Karena bagi Rasya, Vale berhak untuk merasa terpukul dan kecewa atas kebenaran yang baru saja terungkap ini.
Vale sendiri tidak mampu menahan perasaannya yang campur aduk setelah ia tahu siapa yang harus mempertanggungjawabkan kekacauan ini bersama dengan Rasya.
Posisinya sulit dan serba salah disini.
Mana yang harus ia bela antara sahabatnya atau adik dari orang terkasihnya karena ia tidak bisa membela keduanya.
Di satu sisi, ia tahu sahabat baiknya itu tidak mungkin main gila dengan Deenan dalam sadarnya.
Tapi di sisi lain, mau sadar ataupun tidak, Keelan tetap tersakiti disini dengan kehadiran nyawa yang sedang tumbuh di dalam perut Rasya sekarang.
Imagine your fiancé getting someone knocked up. And it was accidentally.
Getting hurted not because your partner is a jerk who wanted to hurt you, but because he was simply trapped in an ill-fated situation, is another lever of pain.
Tidak, Vale tidak menyalahkan Rasya.
Tidak sama sekali.
Apa yang sudah terlontar dari mulutnya adalah bentuk kekecewaannya terhadap keadaan.
Vale berhak, kan, untuk merasa kecewa?
Setelah hanya bungkam dengan isak tangis masing-masing, Vale mencoba menguasai dirinya.
Ia memejamkan kedua matanya sambil menarik nafasnya dalam-dalam dan berkata pelan, “Lepas, Sya.”
“I’m sorry, Vale. .” Lirih Rasya dengan perasaan yang hancur seraya mengeratkan pelukannya pada kedua kaki Vale.
Sial, air matanya malah semakin menderas begitu mendengar pilu dari permintaan maaf Rasya.
Tapi, untuk saat ini, Vale belum siap untuk membahas masalah ini lebih jauh lagi.
Ia butuh menjernihkan pikirannya terlebih dahulu agar tidak ada kata-kata menyakitkan yang terlontar pada Rasya.
Beban Rasya saat ini sudah terlalu pelik untuk ia tambahkan dengan ucapan jahat yang bisa saja timbul akibat ketidakstabilan emosinya saat ini.
“Lepasin gue, Rasya . . Tolong . .” Ulangnya sekali lagi, memohon teramat sangat.
Dan dengan berat hati, akhirnya Rasya melespakan pelukannya pada kedua kaki Vale.
Vale langsung melangkah naik atas menuju kamar Rasya dan membereskan semua barang-barang yang ia bawa menginap semalam.
Rasya ingin menyusul Vale. Namun, perutnya tiba-tiba terasa kram. Ia cengkram kuat rangka penopang pada tangga apartemennya sambil menahan rasa nyeri tersebut dengan menggigit bibir bawahnya.
Dan tak seberapa lama kemudian, Vale sudah turun kembali dengan tas dan kunci mobil di tangan.
Ia yang tak menyadari kalau Rasya sedang kesakitan pun melengos pergi begitu saja setelah menuruni tangga.
Rasya juga tak berusaha memanggil Vale untuk menahannya.
Ia hanya bisa terisak membiarkan sahabatnya itu pergi seiring dengan punggungnya yang terlihat bergerak menjauh dari jarak pandang.
Vale . . . Maafin gue, ya . . Gue nggak pantes disebut sebagai sahabat karena sekarang lo harus keseret masuk di posisi yang susah karena ketololan gue . . . Maaf, karena gue nyakitin elo dengan cara sebangsat ini, Val . . .
Dan di luar sepengetahuan Rasya, tubuh Vale yang ia sandarkan di pintu unit apartemen Rasya pun langsung merosot ke atas lantai tepat setelah ia melangkah keluar dari sana.
Vale menjambak rambutnya kuat-kuat seraya menenggelamkan wajahnya pada lututnya yang tertekuk.
Maafin gue, Rasya . . Gue harusnya jadi sahabat yang baik buat lo ketika lo susah kayak gini . . Tapi, sekarang gue milih untuk pergi dan ingkarin janji gue yang bilang kalau gue mau selalu ada buat lo dan support elo. Karena ternyata, sakit banget, Sya . . .
010322, cc.